RESUME
ETIKOLEGAL
KEBIDANAN
KESELAMATAN PASIEN
(PATIENT SAFETY)
PENYUSUN
1.
YUSTI ASTRI DELITA (16140235)
2.
HUKMI DINIATI (16140236)
3.
VANI DORA DA COSTA (16140239)
4.
SITI NUR PUTRI ASTUTI (16140243)
5.
SELLY SOFIANA (161402460
PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2017
A. Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient
safety adalah bebas dari cidera
aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan
kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien)
rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
B. Tujuan Sistem Patient
safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit
adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien
dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadipenanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi
pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan
komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi
risiko pasien terluka karena jatuh)
C. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada
“Hospital Patient safetyStandards” yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada
dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS
harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian
pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga
dapat:
a. Memberikan
info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui
kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan
pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi
instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban
finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan
Standarnya adalah RS
menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar
unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi
pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi
pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c. Koordinasi
pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan
transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS
harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan
criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah
sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah
sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah
sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit
harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien standarnya adalah:
a. Pimpinan
dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS”.
b. Pimpinan
menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
c. Pimpinan
dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan
mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan
mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS
& KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim
antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2) Tersedia
program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
(3) Tersedia
mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia
prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme
pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6) Tersedia
mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat
kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
(8) Tersedia
sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran
terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan
& orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP
secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan &
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan
kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki
program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiataninservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien.Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses
manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal &
eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat
waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan
anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh
data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme
identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada.
F. Tujuh langkah
menuju keselamatan pasien RS
a) Bangun kesadaran akan nilai
keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
- Kebijakan: tindakan staf segera setelah
insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
- Kebijakan:
peran & akuntabilitas individual pada insiden
- Tumbuhkan budaya pelaporan &
belajar dari insiden
- Lakukan asesmen dengan menggunakan
survei penilaian KP
Bagi Tim:
- Anggota mampu berbicara, peduli &
berani lapor bila ada insiden
- Laporan terbuka & terjadi proses
pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
b) Pimpin dan dukung staf anda,
“bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
- Ada anggota Direksi yang bertanggung
jawab atas KP
- Di bagian-bagian ada orang yang dapat
menjadi “Penggerak” (champion) KP
- Prioritaskan KP dalam agenda rapat
Direksi/Manajemen
- Masukkan KP dalam semua program latihan
staf
Bagi Tim:
- Ada “penggerak” dalam
tim untuk memimpin Gerakan KP
- Jelaskan relevansi & pentingnya,
serta manfaat gerakan KP
- Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai
pelaporan insiden
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan
risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
- Strukur & proses menjamin risiko
klinis & non klinis, mencakup KP
- Kembangkan indikator kinerja bagi
sistem pengelolaan risiko
- Gunakan informasi dari sistem pelaporan
insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
- Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk
umpan balik kepada manajemen terkait
- Penilaian risiko pada individu pasien
- Proses asesmen risiko teratur, tentukan
akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tersebut.
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan
staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
- Lengkapi rencana implementasi sistem
pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS –
PERSI
Bagi Tim:
- Dorong anggota untuk melaporkan setiap
insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai
bahan pelajaran yang penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan
pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
- Kebijakan : komunikasi terbuka tentang
insiden dengan pasien & keluarga
- Pasien & keluarga mendapat informasi
bila terjadi insiden
- Dukungan, pelatihan & dorongan semangat
kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam
seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
- Hargai & dukung keterlibatan pasien
& keluarga bila telah terjadi insiden
- Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien
& keluarga bila terjadi insiden
- Segera setelah kejadian, tunjukkan empati
kepada pasien & keluarga.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang
Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
- Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat,
mengidentifikasi sebab
- Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis
Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects
Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden
& minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
- Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil
analisis insiden
- Identifikasi bagian lain yang mungkin
terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
g) Cegah cedera melalui implementasi
sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
- Tentukan solusi dengan informasi dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
- Solusi mencakup penjabaran ulang sistem,
penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang
menjamin KP
- Asesmen risiko untuk setiap perubahan
- Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh
KKPRS-PERSI
- Umpan balik kepada staf tentang setiap
tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
- Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik
& lebih aman
- Telah perubahan yang dibuat tim &
pastikan pelaksanaannya
- Umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan
CONTOH STUDI KASUS
a. Kasus
Kasus An.
Az. di Rumah Sakit S umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012, pasien
di rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai
order dokter infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun
perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa
melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin.
Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien
cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah parah dan infusnya
langsung diganti dan ditambah penitoin.
b. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa
kelalaian perawat dapat membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat
pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti
operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan
dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan
sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan
prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang
akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak
menjalankan prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini
perawat tidak mengaplikasikan konsep patient safety dengan
benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.


0 komentar:
Posting Komentar